Tentang Saya

Saya adalah pengangguran dengan latar belakang pendidikan ekonomi, bergelar master dari salah satu universitas ternama di Jepang. Kalau istilah Jepangnya ニート dibaca NI-TO diambil dari istilah NEET yang merupakan singkatan dari Not in Employment Education or Training. Bedanya kalau NEET biasanya bergantung pada orangtua, saya bergantung pada suami.


Kalau anda pernah membaca novel Sorekara (and then) karangan Natsumi Soseki, pasti ingat dong si tokoh utama. Seorang intelek yang senang membaca dan belajar, tapi tidak sanggup menghidupi dirinya sendiri dari ilmu yang dia pelajari. Beliau hidup nyaman di rumah yang dilengkapi pembantu, semua dibiayai orangtuanya.

Saya pun kegeeran menyamakan diri saya dengan si tokoh utama tersebut. Sejak saya meninggalkan pekerjaan saya sebagai auditor pemerintah, saya menjadi ibu rumah tangga dan sadar harus banyak belajar bagaimana mengurus rumah. Saya belajar memasak, beres2 dan bersih2 rumah, baking, menjahit, dan berkebun. Karena saya tinggal di Jepang, saya juga belajar bahasa Jepang sampai dapat sertifikat lulus JLPT level 1. Karena saya juga seorang akuntan, saya belajar akuntansi Jepang otodidak dan mendapat sertifikat BOKI Level 2 dengan nilai 100, sempurna!

Tapi apa hasilnya? Sementara teman2 saya bisa mendapat penghasilan dengan menjadi penerjemah, mengajar bahasa Indonesia, bekerja part time di restoran atau di hotel, membuka usaha membuat kue atau catering dan lain2, saya tetap berstatus parasit NEET. Saya beberapa kali mencoba mencari pekerjaan part timer di supermarket dan restoran, juga melamar di perusahaan akunting.  Saya pernah juga sih dapat post sebagai comptroller di salah satu bank asing di Tokyo tapi harus dilepas lagi karena ternyata saya hamil anak pertama he3. Keinginan untuk bekerja di sektor keuangan menghalangi saya dari berpikir realistis, bahwa setelah hampir 7 tahun menjadi pengangguran, ilmu dan pengalaman saya sudang usang dan tidak laku di pasar kerja lagi.

Lantas bagaimana saya harus berstrategi untuk kembali bekerja? Kalau menganalisis posisi saya di dunia kerja Jepang, saya sadar sulit sekali untuk bersaing head-to-head dengan orang Jepang. Saya harus sadar saya adalah orang Indonesia, hanya berminat di ekonomi dan akuntasi. Disitulah kelemahan sekaligus kekuatan saya. Pernah saya terpikir, seharusnya dengan geliat ekonomi Asia Tenggara, dimana Jepang juga tidak mau ketinggalan untuk mengambil keuntungan, seharusnya saya bisa menjadi "penghubung" bagi perusahaan-perusahaan Jepang yang ingin berinvestasi di Indonesia. Dengan strategi ini melamarlah saya ke perusahaan akuntansi Jepang yang mengurusi laporan akuntansi perusahaan2 yang melakukan investasi di Indonesia. Tapi ternyata....saya kemudian hamil anak kedua!!

Nah, anak kedua saya sudah berusia 1 tahun, dan saya sudah gatel kepingin belajar atau bekerja, pokoknya menggunakan pojokan otak saya yang berisi pengetahuan ekonomi dan akuntansi yang sudah usang ini. Tapi saya juga merasa tidak berdaya, karena saya lebih senang di rumah dengan anak2 saya. Akhirnya, saya memutuskan untuk menjadi NEET saja, sampai ada kekuatan dari luar yang menarik saya dari pusaran yang saya ciptakan sendiri ini. Sebenarnya suami saya menawarkan untuk melanjutkan sekolah, setidaknya bisa memperbarui si ilmu yang sudah usang tadi. Tapi saya malas sekaligus takut gagal! Saya lebih memilih mengisi hari dengan mempelajari hal2 yang saya suka, yang akan saya tulis di blog ini. Mungkin tidak akan menghasilkan uang, tapi setidaknya bisa menghasilkan tulisan sederhana di blog ini, yang mungkin akan membantu saya membersihkan pojokan otak berdebu saya, malah siapa tau rongsokan ini berguna buat orang lain. Mudah2an saja bisa terus konsisten. Amin.

oh ya, saya juga menulis blog keseharian saya sebagai ibu rumah tangga, silahkan mampir di rumah saya http://shujindakara.blogspot.jp/ ya. Semoga berkenan.

Tokyo, Desember 2013